Kamis, 19 Agustus 2010

TERHAMBATNYA KENAIKAN PANGKAT GURU GOLONGAN IV/a

A. Pendahuluan
Dengan disahkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen maka harapan guru untuk lebih meningkat kesejahteraannya menjadi harapan yang semakin mendekati kenyataan. Hal itu terjadi karena dalam undang-undang tersebut dijanjikan akan diperolehnya tunjangan profesi bagi guru yang telah memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 dan sertifikat pendidik, bahkan sebagian guru telah menikmati tunjangan profesi tersebut. Sebagai konsekuensinya guru harus selalu meningkatkan keprofesionalannya. Selain itu guru juga memperoleh perlindungan dalam menjalankan profesinya. Namun di lapangan kita dengar masih ada permasalahan yang mengganjal karir guru, khususnya mengenai kelancaran kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke golongan IV/b dan seterusnya. Hal ini sudah terjadi dalam kurun waktu cukup lama dan banyak guru yang kepangkatannya “mandeg” di golongan IV/a.

B. Latar Belakang Masalah
Sebenarnya selama ini para guru sudah diuntungkan dengan diterapkannya kenaikan pangkat melalui sistem angka kredit. Melalui sistem angka kredit yang dimulai sekitar tahun 1990 maka para guru dapat naik pangkat asalkan sudah memenuhi jumlah angka kredit sesuai dengan yang dipersyaratkan. Dengan sistem itu maka para guru dapat naik pangkat hanya dalam waktu 3 tahun, bahkan dalam beberapa kasus ada yang dapat naik pangkat dalam waktu 2 tahun. Selain itu guru yang berpendidikan sekolah menengah (SPG) atau diploma dapat naik pangkat tanpa terhambat pembatasan pangkat maksimum seperti sebelumnya. Jadi pada dasarnya dengan sistem angka kredit tersebut maka guru lebih banyak diuntungkan daripada dirugikan jika dibandingkan dengan sistem kenaikan pangkat sebelumnya. Persoalan “mandegnya” pangkat seperti disebutkan di atas terjadi karena selepas golongan IV/a persyaratan angka kredit guru harus melalui pencapaian jumlah angka kredit tertentu untuk kegiatan pengembangan profesi. Yang dimasudkan kegiatan pengembangan profesi guru adalah kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas guru melalui penulisan karya tulis ilmiah, penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat pelajaran/bimbingan, penciptaan karya seni dan pengembangan kurikulum. Untuk penulisan karya tulis ilmiah sendiri terdiri dari tujuh macam, yaitu: penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah popular, prasaran seminar, buku, diktat dan terjemahan. Bila dilihat dari jenis-jenis kegiatan pengembangan profesi seperti di atas maka kegiatan-kegiatan tersebut memang merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan profesinalitas guru, karena melalui kegiatan tersebut maka para guru akan terbuka wawasannya dan juga dapat menyebarluaskan pengetahuan yang dimilikinya bagi teman sejawat.

C. Masalah Yang Terjadi
Dari sumber di Depdiknas diketahui bahwa selama ini cukup banyak guru golongan IV/a yang sudah melaporkan kegiatan pengembangan profesinya ke Biro Kepegawaian Depdiknas. Dari laporan atau usulan angka kredit yang ada diketahui bahwa kebanyakan para guru melaporkan karya tulis ilmiah yang sudah dibuat oleh para guru. Dari hasil penilaian laporan yang dilakukan oleh tim penilai ternyata banyak karya tulis ilmiah yang dinilai tidak memenuhi syarat yang ditentukan, alhasil usulan angka kredit untuk kegiatan pengambangan profesi tersebut akhirnya ditolak dan guru tidak dapat naik pangkat dari IV/a ke IV/b. Kejadian seperti di atas banyak menimpa para guru dan menimbulkan kesan bahwa guru dihambat kenaikan pangkatnya dari golongan IV/a ke IV/b. Celakanya, kesan tersebut meluas di kalangan guru dan guru menjadi apatis dalam kenaikan pangkat, bahkan menganggap hal itu ada unsur kesengajaan. Masalah yang penting dicermati oleh tim penilai bahwa dengan banyaknya guru yang ditolak karya tulis ilmiahnya maka akan timbul dugaan bermacam-macam di kalangan para guru, diantaranya dugaan tentang adanya “jatah” tentang jumlah golongan IV/b ke atas. Ada pula dugaan tentang adanya “persekongkolan” antara pejabat penilai dengan guru yang ternyata berhasil lolos penilaian. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah guru belum memenuhi syarat dalam memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi, khususnya dalam hal penulisan karya tulis ilmiah. Menurut salah satu tim penilai pusat, sebenarnya dalam penilaian karya tulis ilmiah tersebut sudah cukup banyak kelonggaran yang dilakukan, bila dibandingkan persyaratan karya tulis ilmiah untuk dosen misalnya. Bahkan dalam surat penolakanpun telah dicantumkan bagaimana cara memperbaikinya. Nah, di sinilah masalahnya. Para guru menilai bahwa persyaratan karya tulis ilimiah tersebut terlalu sulit sedangkan menurut tim penilai sudah cukup longgar. Di sini terlihat belum adanya titik temu sehingga masalah di atas menjadi masalah yang cukup menggelisahkan para guru dan juga cukup menggerahkan para pejabat terkait, untuk itu perlu dicari pemecahan masalah yang sudah cukup lama terjadi ini.

D. Pemecahan Masalah
Dari permasalahan yang terjadi maka dapat ditempuh beberapa hal untuk mengatasi masalah tersebut, diantaranya adalah: meningkatkan kemampuan guru dalam penulisan karya tulis ilmiah melalui berbagai program pelatihan, mensosialisasikan kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang memenuhi syarat (kriteria penilaian), mendorong guru untuk melakukan kegiatan pengembangan profesi yang lain seperti penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum. Program-program pelatihan dalam penulisan karya tulis ilmiah perlu dilakukan di Musawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), LPMP atau lembaga pendidikan dan pelatihan yang lain. Program ini penting sekali dilakukan karena para guru perlu mendapatkan penyegaran dan “striger” dalam hal penulisan karya tulis ilmiah walaupun saat belajar di perguruan tinggi mereka sudah pernah mendapatkan materi tersebut. Suatu hal yang sangat penting dilakukan sebenarnya adalah sosialisasi tentang kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang memenuhi syarat atau kriteria penilaiannya. Selama ini yang terjadi adalah, para guru dalam menulis karya ilmiahnya sudah mengundang dan dibimbing para pakar yang terdiri dari para dosen dari perguruan tinggi, namun selalu saja karya tulis ilmiah berupa hasil penelitian maupun makalah selalu banyak yang ditolak, penolakan ini dikarenakan belum memenuhi “selera” tim penilai. Kondisi demikian membuat para guru merasa frustasi dan menjadi malas untuk mencoba lagi mengirimkan karya tulis untuk dinilai. Hal ini tidak akan terjadi bila kriteria penilaian diketahui semua orang dan bukan hanya tergantung “selera” tim penilai. Salah satu alasan penolakan yang sering terjadi adalah karya tulis ilmiah tersebut adalah hasil menyontek karya tulis orang lain, nah... untuk alasan ini memang harus dipertahankan, karena masalah contek menyontek ini menjadi masalah yang krusial dan memalukan, sehingga tidak layak dilakukan oleh seorang guru. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diadakan sosialisasi tentang penulisan karya tulis ilmiah, salah satu diantaranya adalah melalui seminar. Melalu seminar atau pertemuan ilmiah guru akan memperoleh gambaran bagaimana penulisan karya ilmiah yang telah ditetapkan oleh tim penilai. Dan seperti dijelaskan di atas, bahwa sosialisasi tentang kegiatan pengembangan profesi non karya tulis ilmiah yang dapat dilakukan oleh guru yaitu penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum. Apabila guru memahami bahwa dengan menemukan teknologi tepat guna, membuat alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum juga dapat digunakan untuk memperoleh angka kredit pengembangan profesi maka harusnya guru mulai banting stir untuk melakukan hal lain, terutama yang tidak memiliki kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Tentang penemuan teknologi tepat guna maupun pembuatan alat peraga, sebenarnya banyak guru yang memiliki kreatifitas untuk membuatnya tetapi terhalang oleh ketidaktahuan cara melaporkannya, biaya untuk membuatnya, sempitnya kriteria yang diterima (hanya untuk kegiatan belajar mengajar) dan angka kredit yang relatif sangat kecil (hanya bernilai 0,5 untuk pembuatan alat peraga). Bagi guru yang memiliki jiwa seni maka juga dapat mengembangkan kreatifitas seninya dengan penciptaan karya seni baik seni lukis, pertunjukan, kriya dan lainnya. Hal ini akan menjadi jalan bagi guru untuk memperoleh angka kredit seperti yang dipersyaratkan. Dan sekarang ini, di kala pengembangan kurikulum dilakukan di sekolah maka akan lebih banyak guru memperoleh kesempatan untuk mendapatkan angka kredit pengembangan profesi dari kegiatan pengembangan kurikulum. Jadi diharapkan dengan bermacam-macam alternatif di atas diharapkan para guru tidak lagi terhalang kenaikan pangkatnya hanya karena ditolak karya tulis ilmiah yang telah dibuatnya. Sekali lagi diingatkan, masih banyak “kendaraan” untuk dapat naik pangkat dari IVa ke IVb dan seterusnya sehingga jangan mudah menyerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar