Kamis, 19 Agustus 2010

Perlukah Pengadilan Pendidikan

Di negeri ini, sepanjang yang diketahui penulis, ada dua macam pengadilan; pertama pengadilan negeri yang menangani hukum pidana dan perdata, kedua pengadilan agama yang mengurusi NTR (nikah, talak, dan cerai). Lalu bagaimana dengan fenomena banyak siswi hamil yang tidak bisa ikut ujian, atau guru yang dilaporkan ke polisi gara-gara mencubit siswanya, perlukah dibentuk pengadilan pendidikan?
Bila dicermati dari tingkat ‘permasalahannya’ apa yang terjadi di lingkungan pendidikan memang bermacam. Pada kadar tertentu bisa masuk kategori pidana, namun tidak sedikit sebenarnya permasalahan yang ringan dan bisa diselesaikan dengan pendekatan pendidikan. Penulisa membayangkan adanya suatu pengadilan pendidikan yang secara khusus menangani kasus siswa dan guru.
Tujuan dari pengadilan pendidikan ini adalah pertama unsur punishment (hukuman) yang mendidik bagi para pelaku, baik pendidik (guru/orangtua) dan tenaga kependidikan serta peserta didik / siswa; kedua menemukan jalan keluar terbaik yang tentunya ada peraturan tersendiri dalam hukum pendidikan! Atau Undang-undang yang berisi kategori punishment yang berlaku.
Ketiga, adanya pemisahan permasalahan pendidikan dan masalah pendidikan yang menyangkut hukum pidana/perdata. Keempat tidak ada pihak yang merasa di rugikan atau di untungkan dalam perkara pendidikan yang sedang terbelit masalah. Tak dapat di pungkiri sistem pendidikan sekarang berbeda dengan jaman kakek/nenek atau bapak/ibu kita dahulu.
Zaman dulu siswa yang tidak memperhatikan guru pada saat KBM, ngantuk di kelas atau tak dapat menyelesaiakan soal, sudah biasa jika push up, skot jam, pukulan dengan penggaris, cubitan, mengepel KM/WC. Dan kejadian tersebut jarang sekali diangkat dalam media cetak/ elektronik permasalan ini kala itu. Penulis sempat mengalami sendiri jenis hukuman tersebut, namun sifat guru dahulu ngemong.
Setelah hukuman selesai di jalani siswa, guru memanggil siswa yang bersangkutan. Tugas sebagai konselor pun berperan, alasan sebab dan akibatnya mengapa sampai hukuman terjadi padanya di bicarakan. Pada akhirnya perdamaian terjadi dan tidak ada dendam/benci pada guru yang bersangkutan. Orang tuapun menanggapi biasa masalah di sekolah tersebut yang terjadi pada putra-putrinya.
Apalagi Orang tua jaman dulu percaya sepenuhnya pada guru dan sekolah yang bersangkutan. Di awal menyekolahkan putra-putrinya telah terjadi akad/kesepakatan tak tertulis ” Titip anak kulo supoyo dados lare pinter. Nek nakal njenengan jewer mboten nopo”. Gambaran tersebut salah satu sistem pendidikan jaman dahulu yang mana orang tua juga masih buta dengan metode pendidikan ini dan itu.
Tentu metode dulu yang berbau kekerasan di anggap tidak berlaku lagi karena tidak mendidik anak. Betulkah demikian! Perhatikan berbagai sistem pendidikan sekarang yang telah berkembang pesat, salah satunya ada Sekolah Ramah Anak (SERA). Komunikasi adalah jalan keluar, tak perlu penyelesaian masalah dengan kekerasan, demikian slogan singkatnya.
Pendidik tidak di perkenankan sama sekali memperlakukan siswanya secara kasar baik Psikologis maupun fisik. Tapi berapa banyak sekolah yang menerapkan sistem ini? Dan orang tua/wali murid sekarang makin pinter pula karena sarana prasarana sekarang makin canggih, bahkan adakalanya seorang wali murid berbantah-bantahan mengenai metode pendidikan dengan guru si anak. Karena visi misi yang tak sama.
Pengadilan pendidikan ini nantinya menangani semua masalah yang berada dalam lingkungan sekolah ataupun lembaga informal lainnya ( kursus/ pelatihan) mulai tingkat prasekolah (TK) sampai Perguruan tinggi yang di alami oleh pendidik dan peserta didik. Dalam kategori masalah pendidikan berat yang mengarah kriminalitas baru di ambil tindakan oleh pihak berwenang.
Contoh masalah pendidikan berat siswa pemakai NARKOBA, pelaku oknum guru koruptor, penyelewenagan Bos dll. Di harapkan pihak sekolah tetap berwibawa dan orang tua tak terdholimi oleh oknum. Kita berharap saja mudah-mudahan ada perubahan dan perhatian lebih serius dari pihak-pihak terkait untuk mengarah pendidikan yang labih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar