Kamis, 19 Agustus 2010

Menguji Kepedulian Pejabat Publik terhadap Pendidikan

Pemikir pendidikan berkebangsaan Prancis, Edgar Morin, pernah mengungkapkan bahwa pendidikan adalah ‘kekuatan masa depan’ yang memiliki daya ‘magis’ sebagai agen perubahan. Dalam konteks ke-Indonesia-an, pemerintah sudah memegang kendali kebijakan melalui pendidikan agar masa depan anak negeri ini penuh kepastian. Hanya hingga saat ini kendali itu belum sepenuhnya bisa dilakukan.
Indikator gagalnya pemerintah menjalankan amanat ini di antaranya (1) kebijakan yang kontra produktif terjadi, seperti sekolah gratis ternyata belum bisa dijalankan optimal; (2) fasilitas vital berupa sarana prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah yang memprihatinkan, meja dan kursi yang reyot, buku dan peralatan yang sudah usang, serta kondisi jalan yang semakin parah.
Gedung sekolah yang nyaman merupakan kebutuhan mutlak bagi terlaksananya proses pembelajaran yang efektif. Dengan ketersediaan sarana prasarana yang memadai akan sangat membantu keberlangsungan pembelajaran yang baik, efisien, efektif, dan akhirnya membuat ‘betah’ peserta didik berlama-lama di sekolah.
Namun sungguh ironis, sekolah yang seharusnya berfungsi sebagai rumah ke dua bagi peserta didik dalam mengikuti proses mencerahan pikir dan penambahan bekal ilmu kenyataannya jauh berbeda, kondisi bila sarana dan prasarananya masih buruk. Dampak itu diantaranyaPertama, dampak fisik yaitu efek dari gedung sekolah yang ambruk dan mengakibatkan siswa akan cedera atau bahkan kemungkinan bisa meninggal dunia karena tertimpa gedung yang sudah aus dan lapuk tersebut.
Kedua, dampak psikis yaitu munculnya rasa was-was dan khawatir dari berbagai pihak. Siswa, orang tua, dan dewan guru karena kecemasannya melihat kondsi bangunan yang memprihatinkan dan sewaktu-waktu menimpanya. Akibatnya bisa ditebak, proses pembelajaran yang diharapkan menyenangkan tidak mungkin bisa berjalan optimal.
Ketiga, dampak sosial yaitu yang berkaitan dengan nilai kepercayaan dari masyarakat terhadap sekolah (pemerintah), khususnya upaya serius dari pemerintah untuk melakukan pembenahan yang benar, sesuai dengan janji-janji pejabat publik. Ternyata, kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka belum bisa menyentuh akar masalah khususnya yang ada di lingkungan pendidikan.
Sebagai anak bangsa yang merdeka sudah sepatutnya memberikan jalan keluar kepada tindak kepura-puraan ini dengan memberi jalan keluar. DiantaranyaPertama, kita sebagai anak bangsa untuk tidak bosan-bosannya mengingatkan pemerintah khususnya dinas terkait dengan berbagai cara, untuk mengingatkan mereka yang ‘lupa’ seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal (31).
Kedua, pemerintah harus berani menghapus dan memangkas jalur birokrasi yang selama ini terlalu rumit dan melibatkan banyak orang sehingga menambah beban biaya tinggi (high cost). Dan bila tidak segera diatasi, konsep yang benar dalam melakukan perbaikan gedung yang rusak akan bisa bertahan lama. Dan keberanian menindak ‘oknum’ inilah yang kini di tunggu.
Ketiga, pendataan sekolah-sekolah oleh dinas terkait harus dilakukan secara rutin dan benar. Tidak membuat laporan yang ABS (asal bapak senang). Keempat, meningkatkan dan mengoptimalkan peran serta masyarakat sebagai komunitas belajar. Caranya lebih memberikan kesempatan pada Komite Sekolah sebagai mitra kerja, bukan hanya sebagai tukang stempel bagi kepala sekolah.
Kelima, pemberdayaan pihak swasta, untuk ikut terlibat secara nyata agar pengembangan kemandirian sekolah bisa berjalan baik. Keenam, memberikan subsidi terhadap sekolah-sekolah tertentu khususnya yang kesulitan dana, dengan penyediaan dana abadi. Ketujuh, melakukan restrukturisasi (penggabungan/koalisi) terhadap sekolah-sekolah negeri yang berdekatan (dimerger) karena faktor peserta didik, penghematan biaya, maupun faktor lain yang diharapkan bisa mengurangi anggaran pemerintah.
Kedelapan, pemerintah pusat melakukan penekanan terhadap pemda dengan memberikan sanksi yang tegas, atas ketidakpedulian mereka terhadap sektor pendidikan.
Akhirnya marilah kita semua belajar mengasah kepedulian terhadap buruknya kondisi sarana belajar anak-anak kita. Jangan sampai anak-anak mengalami guncangan jiwa karena buruknya sarana belajar yang sekarang dihadapi. Kini yang dibutuhkan adalah keterlibatan semua pihak. Kita tidak hanya dituntut berkata, mencela, dan berjanji. Melainkan sudah harus berbuat yang terbaik bagi anak bangsa ke depan. Mari kita ciptakan pendidikan yang memerdekakan anak bangsa dengan sesungguhnya, jangan hanya kepura-puraan. Bravo Pejabat Publik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar