Kamis, 19 Agustus 2010

Membangun Pendidikan Berbasis Sinergi Keluarga dan Sekolah

Dalam Islam, pendidikan memperoleh tempat dan posisi sangat tinggi. Melalui pendidikan, orang dapat memperoleh ilmu yang berujung pada pencapaian makrifatullah. Atas dasar ini, proses pencarian ilmu harus terus menerus dilakukan; dimana dan kapanpun berada. Dengan sifat pendidikan yang berlangsung sepanjang hidup ini, prosesnya bisa dilakukan dalam keluarga, masyarakat, dan kelembagaan yang ada.
Sayangnya masyarakat masih beranggapan bahwa yang dikatakan pendidikan itu adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah. Sementara apa yang terjadi di luar sekolah, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial atau masyarakat, bukan dianggap sebagai suatu proses pendidikan. Siapakah yang bertanggung jawab ? dan siapakah yang bersalah?
Permasalahan di atas sebenarnya dapat diselesaikan jika masing-masing mengerti dan memahami tugas dan tanggung jawabnya, sebab itu harus ada kerja sama secara sinergis untuk pendidikan anak didiknya. Bukankah pendidikan itu merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat ?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, antara lain; Sutari Imam Barnandip (1983), Satyah Imam Sayono (1983), Sri Rahayu Haditomo (1983, 1984), Sumadi Suryabrata (1984), David McCelland (1973), memberikan kesimpulan bahwa pola asuh yang dilakukan oleh keluarga (orang tua) terhadap anaknya akan berpengaruh terhadap perkembangan anaknya.
Pola asuh otoriter akan menyebabkan anak menjadi penakut, tidak dapat gembira, dan semangatnya penjadi patah. Sementara pola asuh permisif, akan menyebabkan anak manja, sikap hidup yang bebas, susah diatur dan mau menangnya sendiri. Dari berbagai pola asuh yang ada maka yang paling sesuai untuk dilakukan adalah pola asuh demokratis.
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan, perkawinan, persusuan dan pemerdekaan (Muhaimin, 1993:289). Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, dimana orang tua menjadi pendidiknya yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anaknya.
Secara sederhana, kewajiban orang tua hanyalah mengembangkan apa yang secara primordial sudah ada pada anak, yaitu nature kebaikannya sendiri sesuai dengan fitrahnya. tetapi di sisi lain orang tua juga mempunyai peranan menentukan dan memikul beban tanggung jawab utama jika sampai terjadi si anak menyimpang dari nature dan potensi kebaikannya itu, sehingga menjadi manusia dengan ciri-ciri kualitas rendah.
Inilah salah satu makna sebuah hadis yang amat terkenal yang menegaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrah (nature,kesucian), kemudian ibu bapaknya-lah yang berkemungkinan membuatnya menyimpang dari fitrah itu.
Melihat tugas dan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anaknya di atas, maka harus dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan baik yang formal maupun non formal, harus dilihat sebagai kelanjutan rumah tangga, sedangkan para pelaku pendidikan seperti guru-guru dan kaum pendidik adalah wakil-wakil orang tua dan pelanjut peran orang tua menumbuhkan dan mengembangkan anak mereka.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga, dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan. Karena itu, amanat logis bahwa dari para orang tua diharapkan adanya hubungan emosional yang positif dengan lembaga-lembaga dan para pelaku pendidikan anak mereka. Satu hal penting yang harus dipahami adalah bahwa, sikap dan prestasi anak sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan dan kesadaran orang tua dalam mendidik anaknya, bukan tingkat status sosial secara umum. Wa Allah a’lamu bi al-shawab.

1 komentar: