Kepandaian seseorang bisa diukur apabila ia bisa membuat orang lain menjadi pandai, kedisiplinan seseorang bisa dilihat bagaimana ia bisa memberi contoh tehadap tingkah laku yang baik kepada yang lain. Begitu juga sebaliknya kita akan membuat orang lain tersesat apabila kita tidak pernah paham atas apa yang sudah diperbuat. Sebagai seorang guru barang kali Inilah yang perlu dicermati, apa yang kita miliki itulah yang akan diberikan kepada murid kita.
Mencetak dan memelihara aset (generasi) masa depan perlu persiapan dan modal yang benar-benar memadai. Memperkaya, memperdalam, serta mengikuti pembaharuan ilmu pengetahuan akan sangat membantu menerapkannya, supaya yang kita berikan nanti bukanlah hal yang sudah kolot. serta jangan pernah melupakan kreativitas. Ya! Kreativitas, sering disepelekan bahkan dilupakan. Sebenarnya variabel ini juga bisa menentukan kesuksesan proses belajar-mengajar.
Pernah dengar ”Laskar Pelangi”? Lah apa hubungannya? Mari kita mengambil sedikit pelajaran disini. Pasti yang suka membaca novel atau suka ”jalan-jalan” ke 21 Cinema sangat-sangat mengerti. Kalau begitu tentunya kenal dengan Ibu Muslimah? si ”Ibu Guru” dalam karakternya mempunya kehidupan sederhana, bahkan boleh dibilang serba kekuranagan. Namun pada kenyataannya beliau (Ibu Muslimah) selalu mencoba untuk mengabdikan diri pada dunia pendidikan, selalu memberikan motivasi, dorongan, semangat untuk berkreasi, berinovasi terhadap siswanya yang memang bekecimpung dalam dunia kemiskinan. Perlu diketahui lagi, walaupun hidup dalam lingkaran kekurangan, Ibu Guru Muslimah tidak pernah sibuk mengurus sertifikasi, apalagi melakukan aksi untuk menuntut dijadikan PNS, yang merupakan kepentingan dirinya sendiri seperti yang terjadi akhir-akhir ini, beliau selalu berpikir bagaimana murid-muridnya bisa belajar.
Sebuah karya hebat dari Andrea Hirata yang menyajikan suguhan kritis terhadap dunia pendidikan, selain keprihatinan atas kemiskinan anak-anak bangsa yang juga ingin memperoleh hak pendidikan yang sama dengan yang lain, akan tetapi juga bagaimana seorang guru bisa membuat anak didik terus terpacu untuk berkreasi, berinovasi, bekerja keras dan belajar sesuai kurikulum yang ada. Inilah tugas berat yang disandang kita.
Profesi sebagai guru memang mulia, namun jangan pernah terlena dengan status yang dipunya. Banyak sekali yang harus direnungkan kembali, tidak hanya mampu membuat kaya akan pengetahuan serta meningkatkan kecakapan yang dimiliki, akan tetapi harus dibarengi dengan intelegensi emosional. Bukankah sangat bangga apabila melihat murid kita kelak jadi orang besar?. Coba tanya atau kita lihat saja bagaimana ekspresi mereka para guru SD yang dulu pernah mengajar ”Barrack Obama” presiden Amerika Serikat terpilih saat ini ternyata bisa menjadi pemimpin yang diharapkan oleh rakyat dunia. Mungkin mereka (guru SD OBAMA) sebelumnya tidak ingat lagi bahkan sudah melupakan dia (OBAMA) setelah tidak diajar lagi sampai sebelum menjadi Capres USA.
Terlepas dari sesuatu yang membanggakan dengan apa yang telah dipersembahkan, ternyata ada hal yang akan menjadikan kekecewaan dalam diri kita walaupun sulit mengakuinya. Ambillah kembali contoh BARRACK OBAMA, semua bangga menjadi bagian darinya, ”saya saudaranya, saya temannya, saya gurunya dulu yang pernah mengajar dia sehinngga menjadi seperti sekarang ” bahkan bangsa Indonesia pun bangga karena pernah menjadi ”tempat tinnggalnya”. Lantas kemana saja selama ini mereka yang merupakan bagian dari manusia-manusia yang tidak bermoral, Koruptor misalnya, lebih-lebih dari seorang guru, adakah yang secara gentle mengakui dan mengatakan ” saya gurunya dulu yang pernah mengajar dia sehinngga menjadi seperti sekarang” sepertinya mustahil ada pengakuan seperti itu.
Nah disinilah yang perlu ditelaah kembali, apa yang diberikan kepada anak didik kita, mampu membawa mereka kearah yang lebih positif. Akankah mereka memberikan kebanggaan atau kekecewaan yang susah untuk kita akui kalau sebenarnya itu juga adalah hasil produksi dari guru.
Berikutnya, mari memperkaya ilmu pengetahuan kita, menjaga tingkah-laku, memperbaiki moral dan akhlak demi mereka para penerus pejuang bangsa, tidak ada ruginya memulai dari sekarang meningkatkan kompetensi agar mampu membuat produk berkualitas yang akan bermanfaat bagi semua elemen nantinya.
Mencetak dan memelihara aset (generasi) masa depan perlu persiapan dan modal yang benar-benar memadai. Memperkaya, memperdalam, serta mengikuti pembaharuan ilmu pengetahuan akan sangat membantu menerapkannya, supaya yang kita berikan nanti bukanlah hal yang sudah kolot. serta jangan pernah melupakan kreativitas. Ya! Kreativitas, sering disepelekan bahkan dilupakan. Sebenarnya variabel ini juga bisa menentukan kesuksesan proses belajar-mengajar.
Pernah dengar ”Laskar Pelangi”? Lah apa hubungannya? Mari kita mengambil sedikit pelajaran disini. Pasti yang suka membaca novel atau suka ”jalan-jalan” ke 21 Cinema sangat-sangat mengerti. Kalau begitu tentunya kenal dengan Ibu Muslimah? si ”Ibu Guru” dalam karakternya mempunya kehidupan sederhana, bahkan boleh dibilang serba kekuranagan. Namun pada kenyataannya beliau (Ibu Muslimah) selalu mencoba untuk mengabdikan diri pada dunia pendidikan, selalu memberikan motivasi, dorongan, semangat untuk berkreasi, berinovasi terhadap siswanya yang memang bekecimpung dalam dunia kemiskinan. Perlu diketahui lagi, walaupun hidup dalam lingkaran kekurangan, Ibu Guru Muslimah tidak pernah sibuk mengurus sertifikasi, apalagi melakukan aksi untuk menuntut dijadikan PNS, yang merupakan kepentingan dirinya sendiri seperti yang terjadi akhir-akhir ini, beliau selalu berpikir bagaimana murid-muridnya bisa belajar.
Sebuah karya hebat dari Andrea Hirata yang menyajikan suguhan kritis terhadap dunia pendidikan, selain keprihatinan atas kemiskinan anak-anak bangsa yang juga ingin memperoleh hak pendidikan yang sama dengan yang lain, akan tetapi juga bagaimana seorang guru bisa membuat anak didik terus terpacu untuk berkreasi, berinovasi, bekerja keras dan belajar sesuai kurikulum yang ada. Inilah tugas berat yang disandang kita.
Profesi sebagai guru memang mulia, namun jangan pernah terlena dengan status yang dipunya. Banyak sekali yang harus direnungkan kembali, tidak hanya mampu membuat kaya akan pengetahuan serta meningkatkan kecakapan yang dimiliki, akan tetapi harus dibarengi dengan intelegensi emosional. Bukankah sangat bangga apabila melihat murid kita kelak jadi orang besar?. Coba tanya atau kita lihat saja bagaimana ekspresi mereka para guru SD yang dulu pernah mengajar ”Barrack Obama” presiden Amerika Serikat terpilih saat ini ternyata bisa menjadi pemimpin yang diharapkan oleh rakyat dunia. Mungkin mereka (guru SD OBAMA) sebelumnya tidak ingat lagi bahkan sudah melupakan dia (OBAMA) setelah tidak diajar lagi sampai sebelum menjadi Capres USA.
Terlepas dari sesuatu yang membanggakan dengan apa yang telah dipersembahkan, ternyata ada hal yang akan menjadikan kekecewaan dalam diri kita walaupun sulit mengakuinya. Ambillah kembali contoh BARRACK OBAMA, semua bangga menjadi bagian darinya, ”saya saudaranya, saya temannya, saya gurunya dulu yang pernah mengajar dia sehinngga menjadi seperti sekarang ” bahkan bangsa Indonesia pun bangga karena pernah menjadi ”tempat tinnggalnya”. Lantas kemana saja selama ini mereka yang merupakan bagian dari manusia-manusia yang tidak bermoral, Koruptor misalnya, lebih-lebih dari seorang guru, adakah yang secara gentle mengakui dan mengatakan ” saya gurunya dulu yang pernah mengajar dia sehinngga menjadi seperti sekarang” sepertinya mustahil ada pengakuan seperti itu.
Nah disinilah yang perlu ditelaah kembali, apa yang diberikan kepada anak didik kita, mampu membawa mereka kearah yang lebih positif. Akankah mereka memberikan kebanggaan atau kekecewaan yang susah untuk kita akui kalau sebenarnya itu juga adalah hasil produksi dari guru.
Berikutnya, mari memperkaya ilmu pengetahuan kita, menjaga tingkah-laku, memperbaiki moral dan akhlak demi mereka para penerus pejuang bangsa, tidak ada ruginya memulai dari sekarang meningkatkan kompetensi agar mampu membuat produk berkualitas yang akan bermanfaat bagi semua elemen nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar